Pembelajaran Berdiferensiasi -Bagian 1
Kutipan hari ini:
(Ki
Hajar Dewantara)
Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak di Sesi Pembelajaran Eksplorasi Konsep!
Sesi pembelajaran ini terdiri dari 2 bagian yaitu
eksplorasi konsep secara mandiri dan eksplorasi konsep melalui forum diskusi.
Sebelum Anda memulai pembelajaran di sesi ini, silakan lihat pertanyaan-pertanyaan berikut ini dan cobalah untuk menjawab beberapa dari pertanyaan tersebut, namun tidak perlu ditulis.
- Bagaimana saya dapat
mengelola kelas untuk memenuhi kebutuhan murid secara individu?
- Apa yang saya ketahui
tentang latar belakang murid saya, pembelajaran sebelumnya, dan
perkembangan keterampilan mereka?
- Apa yang saya ketahui
tentang minat murid saya (di sekolah dan di luar), motivator, dan tujuan
mereka?
- Apa yang saya ketahui
tentang profil belajar murid saya? Apa gaya belajar yang disukai oleh
mereka?
- Bagaimana saya bisa
menggunakan informasi tentang minat, kesiapan dan profil belajar murid
saya untuk membantu saya merancang dan melaksanakan pembelajaran secara
efektif?
- Tetaplah merujuk
kembali ke pertanyaan-pertanyaan di atas ketika Anda kemudian membaca dan
mempelajari materi di pembelajaran ini.
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Bayangkanlah kelas yang Anda ajar saat ini.
Ingatlah satu persatu murid di kelas Anda. Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas Anda? Tahukah Anda apa kekuatan mereka? Bagaimana gaya belajar mereka? Apa minat mereka? Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda? Siapakah yang sebaliknya? Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok? Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok? Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Siapakah yang paling senang menulis? Siapakah yang lebih senang berbicara?
Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan oleh
keberagaman yang banyak sekali bentuknya. Mereka secara terus menerus
menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan
banyak hal dalam satu waktu. Keterampilan ini banyak yang tidak disadari oleh
para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa
terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha mereka lakukan yang
tentu saja tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid di kelas mereka
sukses dalam proses pembelajarannya.
Miskonsepsi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi
Terima kasih telah memberikan jawaban atas studi kasus
yang disajikan!
Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran
Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas
untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.
Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah
berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32
orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk
murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran
berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan
yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas
yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah
proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat
beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana
kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan.
Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari
untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua
permasalahan.
Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan
masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada
kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait
dengan:
Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang
didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan
tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar
muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber
yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang
“mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan
belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu
bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan
prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga
struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda,
kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut
menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah
dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau
sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang
ditetapkan.
Jika kita mengacu ke kasus Ibu Renjana di atas, maka
keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama
serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih
dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan
diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga
tidak mengganggu murid yang lain.
Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan
belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan
demikian, Ibu Renjana perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih
komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar
murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut.
Selanjutnya, kita akan mempelajari bagaimana kita dapat
melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid.
Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to
Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita
dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
1.
Kesiapan belajar (readiness)
murid
2.
Minat murid
3.
Profil belajar murid
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan
menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai
dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan
belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam
diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi
mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut.
1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan
Belajar”?
Bayangkanlah situasi berikut ini:
Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu Renjana ingin
mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia kemudian melakukan
penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.
Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan
menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka
juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.
Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan
menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.
Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan
menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.
Apa yang dilakukan oleh Bu Renjana di atas adalah
memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.
Kesiapan Belajar
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk
mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan
murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan
lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat
menguasai materi baru tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar.
Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi
mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk
mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol
equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol”
dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka
untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang
tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa
perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid.
Dalam modul ini, kita hanya akan membahas 6 perspektif dari beberapa contoh
perspektif yang terdapat dalam Equalizer
yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47).
- Kesiapan Belajar
Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa
perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan
murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif
kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan
oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan
membutuhkan informasi pendukung yang
jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide
tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide
tersebut. Selain itu, mereka juga
membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta
disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang
kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai
dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide
tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan
ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan
bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
Konkret - Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan
belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar
secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
Sederhana - Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih
sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa
menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata
dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak
keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan
menggunakan kreativitas mereka.
Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua
murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri,
namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat
bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin
akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
Lambat - Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu
mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai
atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan
membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang
lain.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah
tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang
apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai
dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan identifikasi atau
pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah
untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga
dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette
& Ramsook, 2013: 29).
Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan
respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan
memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan
pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
membantu murid menyadari
bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
2.
mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua pembelajaran;
3.
menggunakan keterampilan
atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau
keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
4.
meningkatkan motivasi murid
untuk belajar.
Yang pertama sebagai minat situasional.
Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh
peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu.
Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik
hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut,
karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu
visual.
Yang kedua, minat juga dapat dilihat
sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama
dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu.
Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap
tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang
mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur.
Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi
murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami
kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat
mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat
murid-muridnya dalam belajar.
Pentingnya Mempertimbangkan Minat Murid
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk
menarik minat murid diantaranya adalah dengan:
- menciptakan situasi
pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor,
menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
- menciptakan konteks
pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid,
- mengkomunikasikan nilai
manfaat dari apa yang dipelajari murid,
- menciptakan
kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan
(problem-based learning).
Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat
sendiri. Minat setiap murid tentunya akan berbeda-beda. Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan
menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui
minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga
minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat
meningkatkan kinerja murid. Hal lain
yang perlu disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah
bahwa minat murid dapat dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya
tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi
juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.
- PROFIL BELAJAR MURID
Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita
sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau
memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk
memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien.
Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung
memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil
belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
- Preferensi terhadap
lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan,
tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya
terstruktur/tidak terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak
yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu
terang, dsb.
Pengaruh Budaya: santai -
terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
- Preferensi gaya belajar. Gaya belajar adalah
bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi
baru. Secara umum gaya belajar ada
tiga, yaitu:
a. visual: belajar dengan melihat
(misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point,
catatan, peta, graphic organizer );
b. auditori: belajar dengan mendengar
(misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan musik);
c. kinestetik: belajar sambil melakukan
(misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
Mengingat bahwa murid-murid
kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha
untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
- Preferensi berdasarkan
kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial,
musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Contoh cara-cara yang dapat
dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid
Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan
berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat
dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:
- mengamati perilaku
murid-murid mereka;
- mengidentifikasi
pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik yang akan dipelajari;
- melakukan penilaian
untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan
kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh
dari proses penilaian tersebut;
- mendiskusikan kebutuhan
murid dengan orang tua atau wali
murid;
- mengamati murid ketika
mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
- bertanya atau
mendiskusikan permasalahan dengan murid;
- membaca rapor murid
dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru
sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
- berbicara dengan guru
murid sebelumnya;
- membandingkan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang
ditunjukkan oleh murid saat ini;
- menggunakan berbagai
penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada
dalam level yang sesuai;
- melakukan survey untuk
mengetahui kebutuhan belajar murid;
- mereview dan melakukan
refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui
efektivitas pembelajaran mereka; dll.
Daftar di atas hanya beberapa contoh saja. Masih banyak
cara lain yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan informasi atau
mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid mereka. Dapatkah Bapak/Ibu
mengidentifikasi cara lainnya?
Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan
kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang
rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif,
perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya
akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.
Komentar
Posting Komentar