Analisi Bahan Ajar SKI KB-3

 

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

 

Nama                                           : RADIMAN

A.   Judul Modul                      : PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

B.   Kegiatan Belajar               : KB 3

C.   Refleksi

 

NO

BUTIR REFLEKSI

RESPON/JAWABAN

1

Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di KB

A.    Masuknya Islam di Indonesia

1.      Teori Gujarat (India)

Pijnappel  mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia bukan berasal dari Arab, tetapi berasal dari India, terutama dari pantai barat, yaitu  daerah Gujarat dan Malabar.  Teori tersebut kemudian direvisi oleh Christian Snouck Hurgronje, menurutnya Islam yang tersebar di Indonesia berasal dari wilayah Malabar dan Coromandel, dua kota yang berada di India selatan, setelah Islam berpijak kuat di wilayah tersebut. Alasan Snouck Hurgronje bahwa Islam di Indonesia berasal dari Daccan adalah adanya kesamaan tentang paham Syafi’iyah yang kini masih berlaku di Pantai Coromandel. Dapat disimpulkan bahwa Snouck Hurgronye, yang mendukung teori ini juga menyatakan tiga alasan, sebagai berikut : (1) Kurangnya bukti yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Indonesia, (2) Hubungan dagang antara Indonesia-India telah lama terjalin, dan (3) Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan gambaran hubungan dagang antara Sumatera dan Gujarat. 

2.      Teori Arab/ Makkah

Teori ini disebut juga dengan teori Timur Tengah yang dipelopori
oleh beberapa sejarawan, di antaranya adalah Crawfurd, Keijzer, Naimann, de Hollander, dan juga ada beberapa sejarawan Indonesia seperti Hasjmi, Al-Attas, Buya Hamka, Hoesein Djajadiningrat, dan Mukti Ali. Berdasarkan teori Arab dari Buya Hamka yang tertulis dalam historiografi Indonesia, dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad pertama  Hijriah atau abad ke-7 Masehi yang mendasarkan teori pada berita China dari zaman Tang. Menurut Hamka memberikan argumentasi bahwa Gujarat hanya sebagai tempat singgah, sedangkan Makkah atau Mesir adalah sebagai tempat pengambilan ajaran Islam. Adapun masuknya Islam ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu: a. Jalur Utara, dengan rute : Arab (Makkah dan Madinah) 
>Damaskus >Baghdad >Gujarat (pantai Barat India) >Sri Lanka >Indonesia; b. Jalur Selatan, dengan rute: Arab (Makkah dan Madinah) >Yaman >Gujarat (pantai barat India) >Sri Lanka >Indonesia.

3.       Teori Persia

Teori Persia ini menyatakan bahwa Islam yang datang
ke Indonesia berasal dari Persia, bukan dari India dan Arab. Teori ini  didasarkan pada beberapa unsur kebudayaan Persia, khususnya Syi’ah yang ada dalam kebudayaan Islam di Indonesia, Alasan lain adalah penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf
Arab, terutama untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajaran Al-Qur’an. Jabar (Arab-fathah) untuk menghasilkan bunyi “a” (Arab; kasrah) untuk menghasilkan bunyi “i” dan “e”; serta pees (Arab, dhammah) untuk menghasilkan bunyi “u” atau “o”. Dengan demikian, pada awal pelajaran membaca Al-Qur’an, para santri harus menghafal alif jabar “a”, alifjer “i” dan alif pees “u”/”o”

4.      Teori China

Teori ini menjelaskan bahwa etnis China Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori Arab, hubungan Arab Muslim dan China sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Dengan demikian, Islam datang dari arah barat ke Indonesia dan ke China bersamaan dalam satu jalur perdagangan. Islam datang ke China di Canton (Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke Nusantara di Sumatera pada masa kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa tahun 674 M berdasarkan kedatangan utusan raja Arab  bernama Ta cheh/ Ta shi ke kerajaan Kalingga yang di perintah oleh Ratu Sima.

Pada umumnya agama Islam masuk ke Indonesia dilakukan melalui berbagai cara (jalur), di antaranya adalah : 1. Perdagangan; 2. Perkawinan; 3. Pendidikan; 4. Tasawuf; 5. Kesenian; 6. Politik

B.     Strategi Dakwah Islam Walisongo

Wali dalam hal ini Wali Allah atau Waliyullah adalah orang saleh yang mula-mula menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Wali-wali itu dianggap sebagai orang yang mula-mula menyebarkan agama Islam di Jawa dan biasa dinamakan Wali Sembilan atau Wali Songo. Wali Songo atau Wali Sanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-15-16.99 Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu SurabayaGresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat 

Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajat, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain

Sekilas tentang sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo,
diantaranya adalah:

1.      Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy atau lebih dikenal dengan Sunan Gresik lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan  harga murah. Selain itu secara khusus Maulana Malik Ibrahim juga mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah-kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah  misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2.       Sunan Giri Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel,  tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "Giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri.

3.      Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasulullah SAW, kemudian beliau kombinasi dengan kesimbangan pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ) ا ل مyang artinya hanya Allah SWT yang tahu.

4.      Raden Rahmat (Sunan Ampel) menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, kepada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina."

5.      Sunan Drajat Syarifuddin (Sunan Drajat) mendapat tugas dari ayahnya untuk  berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelok-pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan. Pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya, yakni langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal

6.       Sunan Muria, Raden Umar Said (Sunan Muria) seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu.

7.      Sunan Gunung Djati, memanfaatkan pengaruhnya sebagai cucu Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan

8.       Sunan Kudus  Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Strategi yang dilakukan Sunan Kudus tampak unik dengan mengumpulkan masyarakat untuk melihat lembu yang dihias sedemikian rupa sehingga tampil bagai pengantin itu kemudian diikat di halaman masjid, sehingga masyarakat yang ketika itu masih memeluk agama Hindu datang berduyun-duyun menyaksikan lembu yang diperlakukan secara istimewa dan aneh itu. Sebagai contoh yang lain Sunan Kudus dan Sunan Ampel yang berkuasa di daerah-daerah di sekitar kediaman mereka, dengan demikian kekuatan diplomasi dan kemampuan dalam berhujjah atas kekuatan pemerintahan Majapahit.

9.      Sunan Kalijaga  Strategi dakwah yang digunakan Walisongo adalah penerapan strategi yang dikembangkan para sufi  Sunni dalam menanamkan ajaran Islam melalui keteladanan yang baik. Jejak yang ditinggalkan Walisongo itu terlihat dalam kumpulan nasihat agama yang termuat dalam tulisan-tulisan para murid dan ahli waris Wali Songo.104 Baik berupa buku sejarah, nasab, silsilah, suluk, babad, manaqib dan lain-lain yang menggambarkan hakikat aliran tasawuf dan dakwah yang mereka anut dan dikembangkan.  Strategi dakwah yang dilakukan para wali berbeda-beda, sebagai contoh adalah Sunan Kalijaga menggunakan strategi berdakwah dengan mengajak  Pembesar Hindu di Semarang. Jenis-jenis wayang Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat berkaitan satu sama lain yaitu “Mana yang Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) dan mana yang harus dicari (Wayang Golek)”.

 

C.    Perkembangan Islam di Indonesia

1.      Perkembangan Islam Sebelum Kemerdekaan

Sejak kedatangannya pada akhir abad ke- 16 di Indonesia, Belanda senantiasa menghadapi kenyataan bahwa Islam selalu menjadi penghalang cita-citanya. Tercatat pemberontakanpemberontakan yang terkenal pada abad ini antara lain, Perang Paderi (1821-1837) di Sumatera Barat, Perang Diponegoro (1825-1830) di Jawa Tengah dan yang terlama adalah Perang Aceh dari tahun 1871-1912. Maka dari itu wajar apabila Belanda yang menginginkan kelestarian penjajahannya berusaha sekuat tenaga menjinakkan dan sekaligus melumpuhkan Islam sebagai kekuatan politik di Indonesia yang dapat membahayakan penjajahannya di negara Indonesia.

Akibatnya, Islam di mata penjajah Belanda nampak sebagai musuh yang menakutkan, maka tidak mengherankan apabila pemerintah Kolonial Belanda pada waktu itu bertindak sangat membatasi ruang gerak umat Islam di Indonesia; terutama dalam hal pergi haji ke Makkah yang dianggapnya sebagai biang keladi yang menimbulkan agitasi dan pemberontakan di Indonesia.

Di lain pihak, Kolonial Belanda terlalu besar harapannya untuk menghilangkan pengaruh Islam secara cepat melalui proses Kristenisasi, sebab dalam anggapannya agama Kristen lebih unggul dari agama Islam; di samping banyaknya orang Islam Indonesia yang bersifat sinkretis, dianggapnya akan mudah untuk diKristen-kan, maka pemerintah Kolonial Belanda pun berupaya untuk menyukseskan kerja para Misionaris Kristen di Indonesia dengan jalan memberi subsidi dan kemudahan-kemudahan beroperasi.

2.      Perkembangan Islam Setelah Kemerdakaan

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) merupakan perwakilan
daerah seluruh kepulauan Indonesia. Dalam sidang PPKI, M. Hatta berhasil meyakinkan bahwa tujuh kata dalam anak kalimat yang tercantum dalam sila pertama Pancasila “Ketuhanan yang maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan segala konsekuensinya dihapuskan dari konstitusi.

 

Setelah dikeluarkannya maklumat tentang diperkenankannya mendirikan partai partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya bertikai muncul kembali, yaitu; Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) 7 November 1945 lahir sebagai wadah aspirasi umat Islam, Partai Sosialis yang mengkristalkan falsafah hidup Marxis berdiri 17 Desember 1945, dan Partai Nasional Indonesia yang mewadahi cara hidup nasionalis “sekuler” muncul pada 29 Januari 1946.

Pergolakan yang tidak terselesaikan antara beberapa partai politik yang mengantarkan sebuah pemilihan nasional (pemilu) tahun 1955 yang terbukti sebagai sebuah peristiwa yang menentukan dalam sejarah Indonesia.

Perkembangan Islam pada masa orde lama, (masa berlakunya UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950) berada pada tingkat pengaktualisasian ajaran agama untuk dijadikan sebuah dasar dalam bernegara.

Dalam perkembangannya, untuk semua itu pemerintah menghadiahi umat Islam atau mengakomodir kepentingan umat Islam dalam berbagai bentuknya, misalnya dalam bentuk akomodasi struktural, diberlakukannya Undang-undang Perkawinan tahun 1974, Undang-undang Peradilan Agama tahun 1989, Kompilasi Hukum Islam tahun 1991, diubahnya peraturan tentang seragam sekolah dalam hal ini penggunaan tentang jilbab tahun 1991, keputusan bersama di tingkat menteri tentang amil zakat, infak dan sedekah juga tahun 1991, dan lain-lain.

 

Fenomena lainnya adalah persetujuan pemerintah terhadap lahirnya Bank Muamalah, bank yang mendasarkan pada sistem syari’ah dan menghindari sistem konvensional yang menyerempet riba, selain itu pula masuknya sejumlah tokoh mereka ke senayan, oleh Hefner, seorang110 antropolog dan indonesianis dibahasakan dengan greening atau penghijauan senayan, hijau selalu berkonotasi dengan Islam.

 

Perkembangan Islam pada masa reformasi dalam soal harmoni politik, munculnya berbagai kebijakan yang berbau masa lalu setidaknya menjadi bukti yang cukup bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan paradigma keberlanjutan.

 

Munculnya Peraturan Bersama Menteri Agama nomor 9 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 yang merevisi Keppres nomor 1 tahun 1979, tampaknya sudah menjadi masa lalu di tengah reformasi.

D.    Tokoh-tokoh Islam di Indonesia

1.      Hasyim Asyari

Ia lahir di Gedang desa Tambakrejo 2 km ke arah utara111 kota Jombang Jawa Timur, pada hari Selasa kliwon, 24 Dzulqaidah 1287 H bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Putra ketiga dari 11 bersaudara pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah.

 

Ia melanjutkan pendidikannya di berbagai pondok pesantren khususnya di pulau Jawa seperti pesantren Wonokoyo, Siwalan Buduran, Tenggilis, Langitan, Bangkalan, Demangan dan Sidoarjo. Selama di pondok pesantren Sidoarjo, kiai Ya’kub selaku pimpinan pondok merasa sangat tertarik dengan kecerdasan Hasyim dan berfirasat bahwa ia kelak akan menjadi pemimpin besar dan sangat berpengaruh. Hasyim Asy’ari berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, seorang hartawan yang mempunyai hubungan baik dengan penguasa Makkah, serta berguru kepada Syeikh al-Allamah Abdul Hamid al112 Darustani dan Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi. Hasyim Asy’ari selama di Makkah antara lain, fiqh dengan konsentrasi mazhab Syafi’i, tauhid, tafsir, ulumul hadits, tasawuf, dan ilmu alat (nahwu, sharaf, mantiq, balaghah, dan lain-lain).

Hasyim Asy’ari adalah upaya memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa takwa kepada Allah Swt, dengan benar-benar mengamalkan segala perintah-Nya mampu menegakan keadilan di muka bumi, beramal saleh dan maslahat, pantas menyandang predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari segala jenis makhluk Allah lainnya.

 

Dimensi pengamalan peserta didik bisa mengaktualisasikan keilmuannya untuk kebaikan bersama dan bertanggung jawab terhadap anugerah keilmuan dari Allah.

2.      Ahmad Dahlan

Kauman merupakan tempat kelahiran dan tempat Ahmad Dahlan dibesarkan adalah sebuah kampung yang terkenal di Yogyakarta, karena letaknya yang berdekatan dengan Masjid Agung Kesultanan Keraton. Ayahnya adalah seorang ulama dan khatib terkenal di masjid besar kesultanan di Yogyakarta, sedangkan ibunya adalah anak dari seorang penghulu besar kesultanan di Yogyakarta. Muhammad Darwis belajar ilmu fiqih (hukum Islam) dari Kiai Haji Muhammad Saleh, ilmu nahwu (sintaksis bahasa Arab) dari Kiai Haji Muksin, ilmu falak (astronomi) dan geografi dari Kiai Raden Haji Dahlan, qira’ah (seni membaca Al-Qur'an) dari syaikh Amin dan Said Bakri dan ilmu hadis (nilai-nilai dari ketradisian Nabi Muhammad Saw) dari Kiai Mahfudh dan syaikh Khayyat.

 

Menurut Ahmad Dahlan, tujuan pendidikan Islam diarahkan pada usaha untuk membentuk manusia yang beriman, berakhlak, memahami ajaran agama Islam, memiliki pengetahuan yang luas dan kapasitas intelektual yang dapat diperlukan di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut, Ahmad Dahlan berpendapat bahwa pendidikan Islam harus disertai dengan integrasi ilmu dan amal, integrasi ilmu pengetahuan umum maupun agama, kebebasan berpikir dan pembentukan karakter, agar peserta didik dapat berkembang secara intelektualitas dan spiritualitas. Artinya, peserta didik tidak hanya duduk di kelas dan diam memperhatikan gurunya, tetapi dengan ilmu yang dimilikinya harus dipraktikkan di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam ajaran Islam, pemeluknya wajib mencari ilmu setinggi mungkin dan dengan ilmu yang dicapainya agar diamalkan dalam bentuk karya nyata.

3.      Haji Abdul Malik Amrullah

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) lahir di sungai Batang, Maninjau (Sumatera Barat) pada hari Minggu, tanggal 16 Februari 1908 M/13 Muharram 1326 H dari kalangan keluarga yang taat beragama.

Pendidikan formal yang dilaluinya adalah mulai tahun 1916 sampai 1923, ia belajar agama pada lembaga pendidikan Diniyah School di Padangpanjang, serta Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan di Parabek.

Pandangan Hamka tentang pendidikan adalah bahwa pendidikan sebagai sarana yang dapat menunjang dan menimbulkan serta menjadi dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia dalam berbagai keilmuan.

Hamka menilai bahwa proses pengajaran tidak akan berarti bila tidak dibarengi dengan proses pendidikan, begitu juga sebaliknya. Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan adalah mengenal dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti yang luhur agar terciptanya akhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik dalam pengembangan kehidupan secara layak dan berguna di tengah lingkungan sosialnya

4.      Nurcholis Madjid

Nurcholish Madjid dilahirkan tepat pada tanggal 17 Maret 1939 M (26
Muharram 1358 H) di sudut kampung kecil Desa Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur.  Latar belakang pendidikan dimulai dari Sekolah Rakyat di Mojoanyar pada pagi hari, sedangkan sore hari ia sekolah di Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar.

Keaktifannya dalam sebuah organisasi terus ia geluti, karena baginya sebuah organisasi merupakan medium pencerdasan generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia, dan selain itu juga baginya peran sebuah organisasi adalah sebagai wadah untuk pengembangan diri dan sarang latihan menjadi seorang pemimpin.

Nurcholish Madjid sebagai tokoh pembaharu dan cendekiawan muslim Indonesia sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita dan kepergiannya merupakan suatu kehilangan besar bagi bangsa Indonesia khususnya dan umumnya bagi anak bangsa dari berbagai Agama, berbagai suku, merasa kehilangan Cak Nur dalam arti yang sebenarnya, demikian sahabatnya Amien Rais mengungkapkan, Pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid terasa masih menggema di kalangan akademisi maupun kalangan ilmuwan, karena banyak dari pemikirannya masih tetap dan terus diperbincangkan, dikritisi dan diaktualisasikan dalam kehidupan selanjutnya, entah itu dalam kancah perpolitikan maupun sosial keagamaan.

5.      Abdurrahman Wahid

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur, lahir di  Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. 

Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan kepala madrasah.

 

Pada 1963, Gus Dur menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, namun ia tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya. Gus Dur kemudian melanjutkan belajar di Universitas Baghdad, Irak dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1970.

Gus Dur lalu melanjutkan pendidikan ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia pada tahun 1971. Pada tahun 1982 NU membentuk Tim Tujuh (termasuk Gus Dur) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU.

 

Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus Dur dinominasikan sebagai Ketua Umum PBNU dan dia menerimanya dengan syarat mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Pada 11 Agustus 2006, Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena ia dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas. Dia juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

2

Daftar materi pada KB yang sulit dipahami

Beragamnya metode pengembangan Agama Islam, melahirkan keragaman dalam pengamalan Islam. Apakah perlu ada pemurnian dalam pengamala tersebut?

3

Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran

Kesenian dan budaya yang dijadikan media dakwah ,  apakah semua wali memiliki kemampuan melakukan kontekstualisasi ajaran agama melalui kesenian

 

Komentar