Analisi Bahan Ajar SKI KB-3
(Lembar Kerja Resume
Modul)
Nama :
RADIMAN
A.
Judul Modul : PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
B.
Kegiatan Belajar :
KB 3
C.
Refleksi
NO |
BUTIR
REFLEKSI |
RESPON/JAWABAN |
Konsep (Beberapa
istilah dan definisi) di KB |
A.
Masuknya
Islam di Indonesia 1.
Teori
Gujarat (India) Pijnappel mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia
bukan berasal dari Arab, tetapi berasal dari India, terutama dari pantai
barat, yaitu daerah Gujarat dan
Malabar. Teori tersebut kemudian
direvisi oleh Christian Snouck Hurgronje, menurutnya Islam yang tersebar di
Indonesia berasal dari wilayah Malabar dan Coromandel, dua kota yang berada
di India selatan, setelah Islam berpijak kuat di wilayah tersebut. Alasan
Snouck Hurgronje bahwa Islam di Indonesia berasal dari Daccan adalah adanya
kesamaan tentang paham Syafi’iyah yang kini masih berlaku di Pantai
Coromandel. Dapat disimpulkan bahwa Snouck Hurgronye, yang mendukung teori
ini juga menyatakan tiga alasan, sebagai berikut : (1) Kurangnya bukti yang
menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Indonesia,
(2) Hubungan dagang antara Indonesia-India telah lama terjalin, dan (3)
Inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatera memberikan gambaran
hubungan dagang antara Sumatera dan Gujarat.
2.
Teori
Arab/ Makkah Teori ini disebut juga dengan teori
Timur Tengah yang dipelopori 3.
Teori Persia Teori Persia ini menyatakan bahwa
Islam yang datang 4.
Teori
China Teori ini menjelaskan bahwa etnis
China Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama Islam di
Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori Arab, hubungan
Arab Muslim dan China sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah. Dengan
demikian, Islam datang dari arah barat ke Indonesia dan ke China bersamaan
dalam satu jalur perdagangan. Islam datang ke China di Canton (Guangzhou)
pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan datang ke
Nusantara di Sumatera pada masa kekuasaan Sriwijaya, dan datang ke pulau Jawa
tahun 674 M berdasarkan kedatangan utusan raja Arab bernama Ta cheh/ Ta shi ke kerajaan
Kalingga yang di perintah oleh Ratu Sima. Pada umumnya agama Islam masuk ke
Indonesia dilakukan melalui berbagai cara (jalur), di antaranya adalah : 1.
Perdagangan; 2. Perkawinan; 3. Pendidikan; 4. Tasawuf; 5. Kesenian; 6.
Politik B.
Strategi
Dakwah Islam Walisongo Wali dalam hal ini Wali Allah atau Waliyullah adalah
orang saleh yang mula-mula menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Wali-wali
itu dianggap sebagai orang yang mula-mula menyebarkan agama Islam di Jawa dan
biasa dinamakan Wali Sembilan atau Wali Songo. Wali Songo atau Wali Sanga
dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-15-16.99
Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
SurabayaGresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat Saat itu dewan Walisongo beranggotakan
Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama
dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajat, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman
Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan
Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran
Tumapel) dan Raden Mahmud.Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah
(Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.peranan mereka yang sangat besar
dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan
wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain Sekilas tentang sembilan nama yang
dikenal sebagai anggota Walisongo, 1.
Maulana Malik Ibrahim atau Makdum
Ibrahim As-Samarkandy atau lebih dikenal dengan Sunan Gresik lahir di
Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Aktivitas pertama yang
dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung
itu menyediakan kebutuhan pokok dengan
harga murah. Selain itu secara khusus Maulana Malik Ibrahim juga
mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang
untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan
permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan
cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah-kasta yang
disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah
misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang
ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai
membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M
Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura,
Gresik, Jawa Timur. 2.
Sunan Giri Sunan Giri kecil
menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia
sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren
di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit
adalah "Giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri. 3.
Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir)
yang berasal dari Rasulullah SAW, kemudian beliau kombinasi dengan
kesimbangan pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ) ا ل مyang
artinya hanya Allah SWT yang tahu. 4.
Raden Rahmat (Sunan Ampel) menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, kepada para santrinya, ia hanya
memberikan pengajaran yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah.
Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh
ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak
berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan
narkotik, dan tidak berzina." 5.
Sunan Drajat Syarifuddin (Sunan Drajat) mendapat tugas dari ayahnya untuk
berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun
Jelok-pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya
Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri
Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan. Pengajaran
tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya, yakni langsung dan
tidak banyak mendekati budaya lokal 6.
Sunan Muria, Raden Umar
Said (Sunan Muria) seringkali dijadikan pula sebagai
penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal
sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya
masalah itu. 7.
Sunan Gunung Djati, memanfaatkan
pengaruhnya sebagai cucu Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir
Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan 8.
Sunan Kudus Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus
adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Strategi yang
dilakukan Sunan Kudus tampak unik dengan mengumpulkan masyarakat untuk
melihat lembu yang dihias sedemikian rupa sehingga tampil bagai pengantin itu
kemudian diikat di halaman masjid, sehingga masyarakat yang ketika itu masih
memeluk agama Hindu datang berduyun-duyun menyaksikan lembu yang diperlakukan
secara istimewa dan aneh itu. Sebagai contoh yang lain Sunan Kudus dan Sunan
Ampel yang berkuasa di daerah-daerah di sekitar kediaman mereka, dengan
demikian kekuatan diplomasi dan kemampuan dalam berhujjah atas kekuatan
pemerintahan Majapahit. 9.
Sunan Kalijaga Strategi dakwah yang
digunakan Walisongo adalah penerapan strategi yang dikembangkan para
sufi Sunni dalam menanamkan ajaran
Islam melalui keteladanan yang baik. Jejak yang ditinggalkan Walisongo itu
terlihat dalam kumpulan nasihat agama yang termuat dalam tulisan-tulisan para
murid dan ahli waris Wali Songo.104 Baik berupa buku sejarah, nasab,
silsilah, suluk, babad, manaqib dan lain-lain yang menggambarkan hakikat
aliran tasawuf dan dakwah yang mereka anut dan dikembangkan. Strategi dakwah yang dilakukan para wali
berbeda-beda, sebagai contoh adalah Sunan Kalijaga menggunakan strategi
berdakwah dengan mengajak Pembesar
Hindu di Semarang. Jenis-jenis wayang Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur,
kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek
di Jawa Barat. Masing masing sangat berkaitan satu sama lain yaitu “Mana yang
Isi (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) dan mana yang harus
dicari (Wayang Golek)”. C.
Perkembangan
Islam di Indonesia 1.
Perkembangan
Islam Sebelum Kemerdekaan Sejak kedatangannya pada akhir abad
ke- 16 di Indonesia, Belanda senantiasa menghadapi kenyataan bahwa Islam
selalu menjadi penghalang cita-citanya. Tercatat pemberontakanpemberontakan
yang terkenal pada abad ini antara lain, Perang Paderi (1821-1837) di
Sumatera Barat, Perang Diponegoro (1825-1830) di Jawa Tengah dan yang terlama
adalah Perang Aceh dari tahun 1871-1912. Maka dari itu wajar apabila Belanda
yang menginginkan kelestarian penjajahannya berusaha sekuat tenaga
menjinakkan dan sekaligus melumpuhkan Islam sebagai kekuatan politik di
Indonesia yang dapat membahayakan penjajahannya di negara Indonesia. Akibatnya, Islam di mata penjajah
Belanda nampak sebagai musuh yang menakutkan, maka tidak mengherankan apabila
pemerintah Kolonial Belanda pada waktu itu bertindak sangat membatasi ruang
gerak umat Islam di Indonesia; terutama dalam hal pergi haji ke Makkah yang
dianggapnya sebagai biang keladi yang menimbulkan agitasi dan pemberontakan
di Indonesia. Di lain pihak, Kolonial Belanda
terlalu besar harapannya untuk menghilangkan pengaruh Islam secara cepat
melalui proses Kristenisasi, sebab dalam anggapannya agama Kristen lebih
unggul dari agama Islam; di samping banyaknya orang Islam Indonesia yang
bersifat sinkretis, dianggapnya akan mudah untuk diKristen-kan, maka
pemerintah Kolonial Belanda pun berupaya untuk menyukseskan kerja para Misionaris
Kristen di Indonesia dengan jalan memberi subsidi dan kemudahan-kemudahan
beroperasi. 2.
Perkembangan
Islam Setelah Kemerdakaan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) merupakan perwakilan Setelah dikeluarkannya maklumat
tentang diperkenankannya mendirikan partai partai politik, tiga kekuatan yang
sebelumnya bertikai muncul kembali, yaitu; Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) 7 November 1945 lahir sebagai wadah aspirasi umat Islam, Partai
Sosialis yang mengkristalkan falsafah hidup Marxis berdiri 17 Desember 1945,
dan Partai Nasional Indonesia yang mewadahi cara hidup nasionalis “sekuler”
muncul pada 29 Januari 1946. Pergolakan yang tidak terselesaikan
antara beberapa partai politik yang mengantarkan sebuah pemilihan nasional
(pemilu) tahun 1955 yang terbukti sebagai sebuah peristiwa yang menentukan
dalam sejarah Indonesia. Perkembangan Islam pada masa orde
lama, (masa berlakunya UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950) berada
pada tingkat pengaktualisasian ajaran agama untuk dijadikan sebuah dasar
dalam bernegara. Dalam perkembangannya, untuk semua itu
pemerintah menghadiahi umat Islam atau mengakomodir kepentingan umat Islam
dalam berbagai bentuknya, misalnya dalam bentuk akomodasi struktural,
diberlakukannya Undang-undang Perkawinan tahun 1974, Undang-undang Peradilan
Agama tahun 1989, Kompilasi Hukum Islam tahun 1991, diubahnya peraturan
tentang seragam sekolah dalam hal ini penggunaan tentang jilbab tahun 1991,
keputusan bersama di tingkat menteri tentang amil zakat, infak dan sedekah
juga tahun 1991, dan lain-lain. Fenomena lainnya adalah persetujuan
pemerintah terhadap lahirnya Bank Muamalah, bank yang mendasarkan pada sistem
syari’ah dan menghindari sistem konvensional yang menyerempet riba, selain
itu pula masuknya sejumlah tokoh mereka ke senayan, oleh Hefner, seorang110
antropolog dan indonesianis dibahasakan dengan greening atau penghijauan
senayan, hijau selalu berkonotasi dengan Islam. Perkembangan Islam pada masa reformasi
dalam soal harmoni politik, munculnya berbagai kebijakan yang berbau masa
lalu setidaknya menjadi bukti yang cukup bahwa kebijakan tersebut sejalan
dengan paradigma keberlanjutan. Munculnya Peraturan Bersama Menteri
Agama nomor 9 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 yang
merevisi Keppres nomor 1 tahun 1979, tampaknya sudah menjadi masa lalu di
tengah reformasi. D.
Tokoh-tokoh
Islam di Indonesia 1.
Hasyim Asyari Ia lahir di Gedang desa Tambakrejo 2
km ke arah utara111 kota Jombang Jawa Timur, pada hari Selasa kliwon, 24
Dzulqaidah 1287 H bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Putra ketiga dari 11
bersaudara pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Ia melanjutkan pendidikannya di
berbagai pondok pesantren khususnya di pulau Jawa seperti pesantren Wonokoyo,
Siwalan Buduran, Tenggilis, Langitan, Bangkalan, Demangan dan Sidoarjo. Selama
di pondok pesantren Sidoarjo, kiai Ya’kub selaku pimpinan pondok merasa
sangat tertarik dengan kecerdasan Hasyim dan berfirasat bahwa ia kelak akan
menjadi pemimpin besar dan sangat berpengaruh. Hasyim Asy’ari berguru kepada
Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, seorang hartawan yang mempunyai hubungan
baik dengan penguasa Makkah, serta berguru kepada Syeikh al-Allamah Abdul
Hamid al112 Darustani dan Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi. Hasyim Asy’ari
selama di Makkah antara lain, fiqh dengan konsentrasi mazhab Syafi’i, tauhid,
tafsir, ulumul hadits, tasawuf, dan ilmu alat (nahwu, sharaf, mantiq,
balaghah, dan lain-lain). Hasyim Asy’ari adalah upaya memanusiakan manusia
secara utuh, sehingga manusia bisa takwa kepada Allah Swt, dengan benar-benar
mengamalkan segala perintah-Nya mampu menegakan keadilan di muka bumi,
beramal saleh dan maslahat, pantas menyandang predikat sebagai makhluk yang
paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari segala jenis makhluk Allah
lainnya. Dimensi pengamalan peserta didik bisa
mengaktualisasikan keilmuannya untuk kebaikan bersama dan bertanggung jawab
terhadap anugerah keilmuan dari Allah. 2.
Ahmad
Dahlan Kauman merupakan tempat kelahiran dan tempat Ahmad
Dahlan dibesarkan adalah sebuah kampung yang terkenal di Yogyakarta, karena
letaknya yang berdekatan dengan Masjid Agung Kesultanan Keraton. Ayahnya
adalah seorang ulama dan khatib terkenal di masjid besar kesultanan di
Yogyakarta, sedangkan ibunya adalah anak dari seorang penghulu besar
kesultanan di Yogyakarta. Muhammad Darwis belajar ilmu fiqih (hukum Islam)
dari Kiai Haji Muhammad Saleh, ilmu nahwu (sintaksis bahasa Arab) dari Kiai
Haji Muksin, ilmu falak (astronomi) dan geografi dari Kiai Raden Haji Dahlan,
qira’ah (seni membaca Al-Qur'an) dari syaikh Amin dan Said Bakri dan ilmu
hadis (nilai-nilai dari ketradisian Nabi Muhammad Saw) dari Kiai Mahfudh dan
syaikh Khayyat. Menurut Ahmad Dahlan, tujuan pendidikan Islam
diarahkan pada usaha untuk membentuk manusia yang beriman, berakhlak,
memahami ajaran agama Islam, memiliki pengetahuan yang luas dan kapasitas
intelektual yang dapat diperlukan di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Ahmad Dahlan berpendapat bahwa pendidikan Islam
harus disertai dengan integrasi ilmu dan amal, integrasi ilmu pengetahuan
umum maupun agama, kebebasan berpikir dan pembentukan karakter, agar peserta
didik dapat berkembang secara intelektualitas dan spiritualitas. Artinya,
peserta didik tidak hanya duduk di kelas dan diam memperhatikan gurunya,
tetapi dengan ilmu yang dimilikinya harus dipraktikkan di dalam kehidupan
sehari-hari. Di dalam ajaran Islam, pemeluknya wajib mencari ilmu setinggi
mungkin dan dengan ilmu yang dicapainya agar diamalkan dalam bentuk karya
nyata. 3.
Haji
Abdul Malik Amrullah Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) lahir di
sungai Batang, Maninjau (Sumatera Barat) pada hari Minggu, tanggal 16
Februari 1908 M/13 Muharram 1326 H dari kalangan keluarga yang taat beragama. Pendidikan formal yang dilaluinya adalah mulai tahun
1916 sampai 1923, ia belajar agama pada lembaga pendidikan Diniyah School di
Padangpanjang, serta Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan di Parabek. Pandangan Hamka tentang pendidikan adalah bahwa
pendidikan sebagai sarana yang dapat menunjang dan menimbulkan serta menjadi
dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia dalam berbagai keilmuan. Hamka menilai bahwa proses pengajaran tidak akan
berarti bila tidak dibarengi dengan proses pendidikan, begitu juga
sebaliknya. Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan adalah mengenal dan
mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti yang luhur agar terciptanya
akhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik dalam pengembangan kehidupan
secara layak dan berguna di tengah lingkungan sosialnya 4.
Nurcholis
Madjid Nurcholish Madjid dilahirkan tepat
pada tanggal 17 Maret 1939 M (26 Keaktifannya dalam sebuah organisasi terus ia
geluti, karena baginya sebuah organisasi merupakan medium pencerdasan
generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia, dan selain itu juga baginya
peran sebuah organisasi adalah sebagai wadah untuk pengembangan diri dan
sarang latihan menjadi seorang pemimpin. Nurcholish Madjid sebagai tokoh pembaharu dan
cendekiawan muslim Indonesia sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita
dan kepergiannya merupakan suatu kehilangan besar bagi bangsa Indonesia
khususnya dan umumnya bagi anak bangsa dari berbagai Agama, berbagai suku,
merasa kehilangan Cak Nur dalam arti yang sebenarnya, demikian sahabatnya
Amien Rais mengungkapkan, Pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid terasa masih
menggema di kalangan akademisi maupun kalangan ilmuwan, karena banyak dari
pemikirannya masih tetap dan terus diperbincangkan, dikritisi dan
diaktualisasikan dalam kehidupan selanjutnya, entah itu dalam kancah
perpolitikan maupun sosial keagamaan. 5.
Abdurrahman
Wahid Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab
dipanggil Gus Dur, lahir di Jombang,
Jawa Timur, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Setelah deklarasi kemerdekaan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap
berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren
Tambakberas Jombang dan mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai guru dan
kepala madrasah. Pada 1963, Gus Dur menerima beasiswa
dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir,
namun ia tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya. Gus Dur
kemudian melanjutkan belajar di Universitas Baghdad, Irak dan menyelesaikan
pendidikannya pada tahun 1970. Gus Dur lalu melanjutkan pendidikan ke
Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia pada tahun 1971. Pada tahun
1982 NU membentuk Tim Tujuh (termasuk Gus Dur) untuk mengerjakan isu
reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Pada Musyawarah Nasional NU 1984, Gus
Dur dinominasikan sebagai Ketua Umum PBNU dan dia menerimanya dengan syarat
mendapat wewenang penuh untuk memilih pengurus yang akan bekerja di bawahnya.
Pada 11 Agustus 2006, Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang
Kebebasan Pers 2006. Gus Dur dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen
dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat
keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur memperoleh penghargaan dari
Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena ia dinilai memiliki
keberanian membela kaum minoritas. Dia juga memperoleh penghargaan dari
Universitas Temple dan namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi
Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study. |
|
2 |
Daftar materi
pada KB yang sulit dipahami |
Beragamnya metode pengembangan Agama Islam,
melahirkan keragaman dalam pengamalan Islam. Apakah perlu ada pemurnian dalam
pengamala tersebut? |
3 |
Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran |
Kesenian dan budaya yang dijadikan media dakwah , apakah semua wali memiliki kemampuan
melakukan kontekstualisasi ajaran agama melalui kesenian |
Komentar
Posting Komentar